BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Disahkannya
Undang
– Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhitung mulai tanggal 22 juni 2009
merupakan awal perubahan sistem dalam pengaturan lalu lintas dan
penerapan sanksi atas pelanggaran lalu lintas. Undang – Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah
berjalan tahap sosialisasinya kepada warga masyarakat Indonesia yang
sebagai subyek hukum dari undang – undang tersebut. Bukan merupakan
hal mudah dalam mensosialisasikan produk hukum baru seperti Undang –
Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini sebagai penganti Undang – Undang
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lama
apalagi pelaksanaan Undang-undang ini telah berjalan 2 tahun lebih.
Dalam hal ini banyak perbedaan diantara isi dari undang – undang
yang lama dengan yang baru dan dengan adanya tahapan sosialisasi ini
diharapkan isi undang – undang yang baru ini dapat diterina olah
masyarakat dan mampu merubah kebiasaan – kebiasaan di
masyarakat
agar lebih tertib berlalu lintas di jalan raya.
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia kususnya Kabanjahe. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia1. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.2
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia kususnya Kabanjahe. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia1. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.2
Undang-undang
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang digagas
oleh Departemen Perhubungan, dibuat agar penyelenggaraan lalu lintas
dan angkutan jalan sesuai harapan masyarakat, sejalan dengan kondisi
dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat
ini, serta harmoni dengan Undang-undang lainnya. Yang lebih penting
dari hal tersebut adalah bagaimana kita dapat menjawab dan
menjalankan amanah yang tertuang didalamnya. Sesuai dengan Pasal 7
ayat 2e
dinyatakan
:”bahwa
tugas pokok dan fungsi Polri dalam hal penyelenggaraan lalu lintas
sebagai suatu urusan pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakkan hukum, operasional
manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas”.
Dengan
menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan
angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional
secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi
yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan
angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan
dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sebagai Pengganti UU No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan yang masih tetap
berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan
dari UU No. 14 tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 UU
No. 22 Tahun 2009 bahwa : “Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan
yang baru berdasarkan Undang-Undang ini
”.
Dalam
pasal 2 dan pasal 3 Undang-
Undang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan
UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas
penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 UULLAJ yakni
:
Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:
a.
asas transparan;
b.
asas akuntabel;
c.
asas berkelanjutan;
d.
asas partisipatif;
e.
asas bermanfaat;
f. asas
efisien dan efektif;
g.
asas seimbang;
h.
asas terpadu; dan
i. asas
mandiri.
Sedangkan
Pasal 3 UULAJ menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yakni :
a. Terwujudnya
pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong
perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat
bangsa;
b. Terwujudnya
etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c.
Terwujudnya
penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Demikian
juga dalam Paragraf 9 UULLAJ tentang Tata Cara Berlalu Lintas
bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum serta pasal 141 UULAJ tentang
standar pelayanan angkutan orang dan masih banyak pasal-pasal lainnya
yang terkait dengan adanya upaya memberikan penyelenggaraan jasa
angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan pemakai jasa angkutan.
Pengguna
jasa adalah setiap orang dan/ atau badan hukum yang menggunakan jasa
angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan
di sini merupakan pengangkutan orang maka pengguna jasa untuk
selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/ atau
penumpang.
Pengertian
lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 UULLAJ,
yang
disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan
hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan umum. Sedangkan yang
disebut pengangkut dalam UULLAJ ini dipersamakan dengan pengertian
Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang
berbunyi : Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang
menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan
Bermotor Umum.
Dengan
berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapat
membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan,
pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Secara operasional
kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau
sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri
untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha
angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya
mempunyai tanggung jawab untk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu
mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati
dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu
tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan
penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit
maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana
dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat.
Namun
dalam kenyataannya yang
saya lihat dikabanjahe masih
sering pengemudi angkutan melakukan tindakan yang dinilai dapat
menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik itu kerugian yang secara
nyata dialami oleh penumpang (kerugian materiil),
maupun
kerugian yang secara immateriil seperti kekecewaan dan
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang. Misalnya saja tindakan
pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani
tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum
sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan
secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan
penumpang yang menjadi korban.
Sering kali kita lihat kecelakaan terjadi dikabanjahe, dan ini sering
terjadi pada angkutan umum yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas
sehingga menimbulkan kerugian pada penumpang atau pun kendaraan
lainnya, dikarenakan para supir semena-mena dalam mengendarai
kenderaan yang digunakannya. Hal
ini tentu saja melanggar pasal 23 ayat 1 (a) UULLAJ
“Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau
peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan,
Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”.
Tindakan lainnya adalah pengemudi melakukan penarikan tarif yang
tidak sesuai dengan tarif resmi.
Namun dalam realitanya masih ada pengemudi menarik biaya angkutan
lebih dari tarif resmi. Atau tindakan lain seperti menurunkan di
sembarang tempat yang dikehendaki tanpa suatu alasan yang jelas,
sehingga tujuan pengangkutan yang sebenarnya diinginkan oleh
penumpang tidak terlaksana. Hal ini tentu saja melanggar ketentuan
pasal 45 (1) UULLAJ mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap
penumpang yang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat
tujuan. Dan adanya perilaku pengangkut yang mengangkut penumpang
melebihi kapasitas maksimum kendaraan. Dengan melihat kenyataan
tersebut, dapat diketahui bahwa dalam sektor pelayanan angkutan umum
di
kabanjahe masih
banyak menyimpan permasalahan klasik. Dan dalam hal ini pengguna jasa
sering menjadi korban daripada perilaku pengangkut yang tidak
bertanggung jawab.
Terkait
dengan angkutan
jalan umum, Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Bab I
Ketentuan Umum mendefinisikan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap
kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan
dipungut bayaran. PP No.41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Bab
I Ketentuan Umum mendefinisikan transportasi adalah pergerakan
manusia, barang dan informasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan
aman, nyaman, cepat, murah dan sesuai dengan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia.3
Transportasi
atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi
masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain,
keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan
besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan
danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat,
perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Secara
umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang
berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan
pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum (paratransit
dan
masstransit).
Angkutan umum paratransit
merupakan
angkutan yang tidak memiliki rute dan jadwal yang tetap dalam
beroperasi disepanjang rutenya, sedangkan angkutan umum masstransit
merupakan
angkutan yang memiliki rute dan jadwal yang tetap serta tempat
pemberhentian yang jelas.4
Pada
umumnya sebagian besar masyarakat Kabanjahe sangat tergantung dengan
angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian
besar masyarakat kabanjahe tingkat ekonominya masih tergolong lemah
atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi.
Berdasarkan
hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
mempelajari, memahami, dan meneliti secara lebih mendalam mengenai
bentuk perlindungan hukum bagi pengguna jasa angkutan umum di
kabanjahe yang tanggung jawabnya masih lemah di karenakan juga
masyarakat tidak menyadari pentingnya keselamatan lalu lintas,
sehingga masyarakat semena-mena dalam berlalu lintas hal ini juga
disebabkan oleh mental aparat yang kurang baik dan tidak memberikan
contoh yang mana seharusnya para aparat harus bersikap lebih
hati-hati dalam berlalu lintas kepada masyarakat. Selanjutnya penulis
menyusunnya dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: “
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN
RAYA DI KABANJAHE“
B.
Permasalahan
Dalam
suatu penelitian ilmiah, hal penting yang pertama kali harus
dilakukan adalah merumuskan masalah, perumusan masalah menjadi suatu
acuan mengenai hal atau objek apa yang akan diteliti untuk ditemukan
jawabannya. Pada hakikatnya seorang Peneliti sebelum menentukan judul
dalam suatu penelitian maka harus terlebih dahulu menentukan rumusan
masalah, dimana masalah pada dasarnya adalah suatu proses yang
mengalami halangan dalam mencapai tujuan, maka harus dipecahkan untuk
mencapai tujuan suatu penelitian.5
Adapun
yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
- Bagaimana Pelaksanaan undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum di Kabanjahe ?
- Bagaimana Perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) Angkutan umum di dalam undang-undang No. 22 tahun 2009 ?
- Manfaat Penelitian
Suatu
penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberikan
faedah atau manfaat baik secara teoritis ataupun secara praktis yang
meliputi:
- Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umum berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur dan juga referensi yang memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan instansi pemerintah seperti Dinas Perhubungan Kabupaten Karo dan Polres Saltlantas Kabanjahe.
- Secara praktis, memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti dam dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap perlindungan hukum bagai pengguna jasa (penumpang) angkutan umum.
- Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh
gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Quality Kabanjahe,
selain itu berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penulisan ini adalah :
- Untuk mengetahui Pelaksanaan Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum di Kabanjahe.
- Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
- Mengenali Undang-undang No. 22 tahun 2009
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah
ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009 yang
kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009.
Undang-Undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992, terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang
signifikan dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang
tadinya 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal6.
Jika
kita melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan :
“Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis
dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus
tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam
memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan
serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.7
Berbeda
dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat bahwa lalu
lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung
pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam undang-undang No.
22 tahun 2009 di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh
Undang-Undang ini adalah :
“terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa, terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya
bangsa, dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Undang-Undang No 22 tahun 2009 berlaku untuk membina dan
menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat,
tertib, dan lancar melalui kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang,
dan/atau barang di Jalan; kegiatan yang menggunakan sarana,
prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
dan kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas,
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan
hokum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mencermati
lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka kita
harus lebih dalam lagi melihat isi dari Pasal-Pasal yang ada di
Undang-undang No 22 Tahun 2009. Dari sini kita akan tahu apakah
semangat tersebut seirama dengan isi dari pengaturan-pengaturannya,
atau justru berbeda. Selanjutkan kita dapat melihat bagaimana UU ini
akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana pemerintah sebagai
penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakukan penegakannya.
Pelaksanaan Dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa implementasi dari UU No 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya bukanlah merupakan
sesuatu yang mudah dilaksanakan, baik oleh pihak penegak
undang-undang maupun oleh pihak masyarakat umum.8
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Selain faktor karena
undang-undang ini kurang sosialisasinya di tengah-tengah masyarakat
umum sehingga terjadi sikap acuh tak acuh terhadap undang-undang No
22 Tahun 2009 ini, juga oleh karena faktor budaya masyarakat serta
sarana dan prasarana lalu lintas yang kurang memadai berupa
rambu-rambu dan tempat-tempat pemberhentian. Semua ini menyebabkan
terhambatnya pelaksanaan Undang-undang no 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
B.
Kendala-Kendala Pelaksanaan UU No 22 Tahun 2009
Norma-norma
peraturan tanpa adanya sarana pendukung seperti struktur
keorganisasian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pastinya
akan berjalan tidak efektif dan efisien. Selain itu, budaya dalam
melakukan dan melaksanakan norma-norma peraturan juga harus dinilai,
apakah memang sudah tepat masyarakat dapat melaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan bagaimana nantinya UU Nomor 22 Tahun 2009
diimplementasikan. Melihat hal ini maka kita dapat menggunakan
pendekatan substansi, sutruktural, dan kultural.
Secara substansi, UU Nomor 22 Tahun 2009 masih dapat diperdebatkan. Mulai dari banyaknya amanat untuk membuat aturan pelaksana dan teknis, nilai keefektifan dari penegakan hukum berupa sanksi administrasi, perdata hingga pada pidana, pengaturan mengenai hak dan kewajiban dari penyelenggara negara dan masyarakat, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah untuk lebih mendalami apakah peraturan ini dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Selain itu, apakah norma peraturan tersebut memang lahir dari masyarakat, hal ini guna menjawab kebutuhan siapa yang memang harus dipenuhi. Dengan memperhatikan ini, maka kita dapat melihat apakah suatu peraturan ini akan efektik dan efisien jika dilaksanakan.9
Secara substansi, UU Nomor 22 Tahun 2009 masih dapat diperdebatkan. Mulai dari banyaknya amanat untuk membuat aturan pelaksana dan teknis, nilai keefektifan dari penegakan hukum berupa sanksi administrasi, perdata hingga pada pidana, pengaturan mengenai hak dan kewajiban dari penyelenggara negara dan masyarakat, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah untuk lebih mendalami apakah peraturan ini dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Selain itu, apakah norma peraturan tersebut memang lahir dari masyarakat, hal ini guna menjawab kebutuhan siapa yang memang harus dipenuhi. Dengan memperhatikan ini, maka kita dapat melihat apakah suatu peraturan ini akan efektik dan efisien jika dilaksanakan.9
Secara
struktur, UU Nomor 22 Tahun 2009 telah menjelaskan mengenai pihak
yang terkait. Jika kita cermati maka kita dapat melihatnya sebagai
berikut :
“Pembinaan menjadi tanggung jawab negara. Pembinaan mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Urusan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan; urusan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Urusan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab dibidang industry, urusan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi, dan urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
“Pembinaan menjadi tanggung jawab negara. Pembinaan mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Urusan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan; urusan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Urusan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab dibidang industry, urusan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi, dan urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Mengkoordinasi
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh forum
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak hanya cukup siapa yang akan
menjalakan apa, tapi juga bagaimana ia harus melakukan dan kapan
harus dilaksanakan. Sebagai masyarakat tentunya adalah menjalankan
hukum posistif dalam hal ini UU Nomor 22 Tahun 2009, namun perlu
diterjemahkan lagi bagaimana situasi dan kondisi dilapangan dapat
menunjang masyarakat dapat melaksanakannya. Keharusan yang
diterjemahkan sebagai kewajiban harus di dukung oleh seberapa besar
dan seberapa banyak petunjuk-petunjuk dilapangan. Terkait dengan UU
Nomor 22 Tahun 2009 ini maka kita bisa mempertanyakan seberapa banyak
rambu-rambu dan fasilita-fasiitas penunjang di jalan raya. Harus
diingat, pemberlakuan UU tidak hanya pada satu wilayah saja namun
berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia, apa yang akan terjadi
nantinya jika diterapkan di Kalimantan atau bahkan Papua. Struktur
itu harus mampu menunjang masyarakat agar dapat melaksanakannya.
Dengan
kita melihat sarana dan prasarana yang ada, maka dapat dinilai apakah
UU Nomor 22 Tahun 2009 dapat dilaksanakan atau tidak. Sepanjang
alat-alat penunjang seperti rambu-rambu serta fasilitas-fasilitas
umum di jalan belum terpenuhi kebutuhannya maka pelaksanaan UU juga
akan tidak efektif dan efisien.
Sebelum membicarakan kultur.
Sebelum membicarakan kultur.
Penerapan
UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya,
dinilai berjalan tertatih-tatih. Penyebab utama yang menghambat
kelancaran implementasi UU ini adalah tidak mendukungnya sarana dan
prasarana. Sarana dan prasarana yang perlu disediakan untuk mendukung
kelancaran implementasi UU ini, adalah struktur organisasi yang
memiliki kewenangan dalam melaksanakan norma peraturan dan budaya
dalam masyarakat."10
C.
Perlindungan Hukum Bagi
Pengguna Jasa Angkutan Umum
Hukum
adalah tata aturan sebagai suatu sistem aturan-aturan tentang
perilaku manusia.11
Dengan demikian hukum tidakmenunjuk pada satu aturan tunggal, tetapi
seperangkatan aturan yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat
dipahami sebagai suatu sistem. Sehingga konsekuensinya adalah tidak
mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja.
Menurut Van
Apeldoorn tujuan
hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan
adil. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan
melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, kehormatan,
kemerdekaan,jiwa,harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya.12
Aristoteles
dalam
buah pikirannya Etichea
dan
Rhetoricha
menyatakan
hukum mempunyai tugas yakni memberikan kepada setiap orang apa yang
berhak diterimanya. Anggapan ini berdasarkan etika dan Aristoteles
berpendapat
bahwa hukum bertugas hanya membuat keadilan.13
Sedangkan
menurut Van
Kant,
tujuan hukum adalah untuk menjaga kepentingan tiap-tiap manusia
sehingga kepentingan itu tidak dapat diganggu oleh manusia lain.
Dengan kata lain hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak setiap
manusia yang diakui dan diatur oleh hukum.14
Berdasarkan
teori-teori tentang tujuan hukum sebagaimana yang telah diuraikan
maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa jika tujuan hukum
semata-mata hanya untuk mewujudkan keadilan saja maka tidak seimbang
sehingga akan bertentangan dengan kenyataan. Sebaliknya akan terjadi
juga kesenjangan jika tujuan hukum hanya untuk mewujudkan hal-hal
yang berfaedah atau yang sesuai dengan kenyataan karena akan
bertentangan
dengan nilai keadilan. Begitu juga jika tujuan hukum semata-mata
hanya untuk mewujudkan kepastian hukum saja, maka akan menggeser
nilai keadilan maupun nilai kegunaan dalam masyarakat. Sehingga kita
harus melihat tujuan hukum dari ketiga nilai dasar hukum, yakni nilai
keadilan, kegunaan dan manfaat dan kepastian hukum.15
Sedangkan
yang dimaksud Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah
suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai dengan
sanksi-sanksi bila ada yang melakukan Wanprestasi. Pengertian
perlindungan hukum juga menurut Soedikno Mertokusumo yang dimaksud
perlindungan hukum adalah adanya jaminan hak dan kewajiban manusia
dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan
dengan manusia lain.16
Kata
perlindungan di atas menunjuk pada adanya terlaksananya penanganan
kasus yang dialami dan akan diselesaikan menurut ketentuan hukum yang
berlaku secara penal maupun non penal dan juga adanya
kepastian-kepastian usaha-usaha untuk memberikan jaminan-jaminan
pemulihan yang dialami.
Adapun
arti hukum pengangkutan jika ditinjau dari segi keperdataan, dapat
diartikan sebagai keseluruhan peraturan-peraturannya, di dalam dan
diluar kodifikasi yang berdasarkan atas dan bertujuan
untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan
pemindahan barang-barang dan/ atau orang-orang dari suatu tempat
ketempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari
perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk perjanjian-perjanjian untuk
memberikan perantaraan mendapatkan.17
Dari
pengertian –pengertian yang telah diuraikan tersebut dapat
diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada pokoknya pengangkutan merupakan
perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun maupun mengenai
orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan
untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.
Diluar
KUHD dan KUH Perdata terdapat peraturan mengenai pengangkutan orang
didarat, yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang UULLAJ, serta PP No. 41
Tahun 1993 tentang Angkutan jalan. Dalam UU No. 22 Tahun 2009 secara
khusus diatur mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengangkutan darat seperti asas-asas dan tujuan penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan, fasilitas dan elemen pendukung dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, asuransi, tarif
angkutan, dan juga diatur mengenai tanggung jawab pihak pengangkut.18
Pengertian
pengguna jasa menurut Pasal 1 angka 20 UU No. 22 Tahun 2009 adalah
perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan umum,
sedangkan penumpang adalah orang yang mengikatkan diri kepada pihak
pengangkut.
Keberadaan
Angkutan umum bertujuan untuk menyelenggarakan angkutan yang baik dan
layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik dan layak antara
lain mencakup pelayanan yang aman, nyaman, cepat, dan biaya murah.19
D. Pengertian
Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Lalu
lintas di dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di
Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu
Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah
Kendaraan, orang, dan / atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas
pendukung.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 dan peraturan pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaanya bertujuan untuk menertibkan seluruh pemakai jalan
termasuk juga para pengendara kendaraan bermotor.. Menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan kendaraan
bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang
berada pada kendaraan itu. Dalam Pasal 4 ayat Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 bahwa pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan
untuk meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan
dalam keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan
memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan
lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar,
tertib dan teratur, nyaman dan efesien, mampu memadukan moda
transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok daratan.
Berdasarkan
pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa untuk
keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta
kemudahan bagi pemakai jalan wajib di lengkapi dengan20
:
a.
Rambu
jalan
b.
Marka
jalan
c.
Alat
Pemberi isyarat lalu lintas
d.
Alat
pengendali dan alat pengamanan pemakai jalan
e.
Alat
pengawasan dan pengamanan jalan
f.
Fasilitas
pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di
jalan dan di luar jalan
Menurut
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 setiap kendaraan bermotor
yang dioperasikan di jalan. harus sesuai dengan peruntukannya,
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai dengan kelas
jalan yang dilalui. Dalam pasal 48 sampai pasal 56 disebutkan bahwa
setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan harus diuji, yang mana
pengujian meliputi uji tipe dan atau uji berkala.21
Bagi
kendaraan yang lulus uji maka akan diberikan tanda bukti. Disamping
diuji bagi kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan menurut
Pasal 55 ayat (2) sebagai berikut : “Kompetensi petugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) “petugas yang memiliki kompetensi yang
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atas usul gubernur untuk
pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah
kabupaten/kota” dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan
dan pelatihan”.
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Pasal 175 bagi kendaraan
yang telah didaftarkan, diberikan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor,
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor serta Nomor Kendaraan Bermotor22.
Surat tanda nomor kendaraan bermotor berdasarkan Pasal 179 dan Pasal
185 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang kendaraan dan
pengemudi berlaku selama lima tahun dan tiap tahun diadakan
pengesahan kembali dengan tidak dipungut biaya.
Pengemudi
kendaraan bermotor dalam mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib :
- Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar
- Mengutamakan keselamatan pejalan kaki
- Menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda coba kendaraan bermotor, Surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji, atau tanda bukti lain yang sah.
- Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, atau pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, pengguna kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, keeepatan maksimum dan atau minimum, tata cara mengangkut orang dan atau barang dan tata cara penggandengan dan penempelan kendaraan lain.
- Memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan menggunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua atau bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah.
Untuk
menjamin keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu
lintas dan angkutan jalan ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai23
:
- Rekayasa dan manajemen lalu lintas.
- Gerakan lalu lintas kendaraan bermotor.
- Berhenti dan parkir.
- Penggunaan dan peralatan dan perlengkapan kendaraan bermotor yang diharuskan, peringatan dengan bunyi dan sinar.
- Tata cara mengiring hewan dan penggunaan kendaraan tidak bermotor di jalan.
- Tata cara penetapan kecepatan maksimum dan atau minimum kendaraan bermotor.
- Prilaku pengemudi terhadap pejalan kaki.
- Penetapan sumbu kurang dari muatan sumbu terberat yang diizinkan.
Tata
cara mengangkut orang dan atau barang beserta penggandengan dan
penempelan dengan kendaraan lain.
- Penetapan larangan penggunaan jalan
- Penunjukan lokasi, pembuatan dan pemeliharaan tempat pemberhentian untuk kendaraan umum.
- Perkembangan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 dari Undang-Undang Sebelumnya
Jika
kita melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor
14 Tahun 1992 menyebutkan: ”Untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi
yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan
lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas
seluruh sektor dan wilayah”. Transportasi merupakan sarana yang
sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian,
memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek
kehidupan bangsa dan negara.24
Berbeda
dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU lalu Lintas dan Angkutan
Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan
integrasi nasional sebagai bagian dari
upaya
memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di jelaskan bahwa tujuan
yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah25
:
- Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
- Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
- Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang-Undang
ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang
aman,
selamat, tertib, dan lancar melalui:
- Kegiatan gerak Pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan;
- Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan; dan
- Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.
- Mencermati lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka kita harus lebih dalam lagi melihat isi dari pasal-pasal yang ada di uu nomor 22 tahun 2009. dari sini kita akan tahu apakah semangat tersebut seirama dengan isi dari pengaturan-pengaturannya, atau justru berbeda. selanjutkan kita dapat melihat bagaimana uu ini akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakuakn penegakannya.26
Perbandingan
Pengaturan
UU
Nomor 14 Tahun 1992
|
UU
Nomor 22 Tahun 2009
|
Bab
I Ketentuan Umum
|
Bab
I Ketentuan Umum
|
Bab
II Asas dan Tujuan
|
Bab
II Asas dan Tujuan
|
Bab
III Pembinaan
|
Bab
III Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang
|
Bab
IV Prasarana
|
Bab
IV Pembinaan
|
Bab
V Kendaraan
|
Bab
V Penyelenggaraan
|
Bab
VI Pengemudi
|
Bab
VI Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
|
Bab
VII Lalu Lintas
|
Bab
VII Kendaraan
|
Bab
VIII Angkutan
|
Bab
VIII Pengemudi
|
Bab
IX Lalu Lintas dan Angkutan
|
Bab
IX Lalu Lintas bagi Penderita Cacat
|
Bab
X Dampak Lingkungan
|
Bab
X Angkutan
|
Bab
XI Penyerahan Urusan
|
Bab
XI Keamanan dan
Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
|
Bab
XII Penyidikan
|
Bab
XII Dampak Lingkungan
|
Bab
XIII Ketentuan Pidana
|
Bab
XIII Pengembangan Industri dan Teknologi Sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
|
Bab
XIV Ketentuan Lain-Lain
|
Bab
XIV Kecelakaan Lalu Lintas
|
Bab
XV Ketentuan Peralihan
|
Bab
XV Perlakuan Khusus bagi Penyandang Cacat, Manusia Usia Lanjut,
Anak-Anak, Wanita Hamil, dan Orang Sakit
|
Bab
XVI Ketentuan Penutup
|
Bab
XVI Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
|
Bab
XVII Sumber Daya Manusia
|
|
Bab
XVIII Peran Serta Masyarakat
|
|
Bab
XIX Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
|
|
Bab
XX Ketentuan Pidana
|
|
Bab
XXI Ketentuan Peralihan
|
|
Bab
XXII Ketentuan Penutup
|
Oleh
: Edy Halomoan Gurning, SH.
(04 Maret 2010)
Pengacara
Publik dan Staf Penelitian Pengembangan pada Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Jakarta
F.
Ruang Lingkup Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2009
Latar
belakang peluncuran UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, yang mengatur tentang ruang lingkup UU No. 22 Tahun
2009 dimaksud
melalui 9 asas yaitu 27:
- Transparan
- Akuntable
- Berkelanjutan
- Partisipatif
- Bermanfaat
- Efisien dan Efektif
- Seimbang
- Terpadu
- Mandiri
Yang
memiliki Tujuan
:
1. Pelayanan
lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan
terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa.
2. Etika
berlalu lintas dan budaya Bangsa
3. Penegakan
hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.28
Dengan
diterbitkannya UU No. 22 tahun 2009 sebagai pengganti UU No. 14 Tahun
1992, diharapkan dapat diterapkan secara baik dan merata serta dapat
diketahui oleh Publik pengguna moda transportasi yang merupakan
bagian dari Lalu lintas.
Undang-undang
ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan
Angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui29:
- Kegiatan gerak pindah kenderaan, orang, dan/atau barang di jalan ;
- Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ; dan
- Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kenderaan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hokum lalu lintas dan Angkutan jalan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Agar
diperoleh keterangan yang lengkap, sistematis, dan dapat di
pertanggungjawabkan, maka dalam suatu penelitian diperlukan metode
pendekatan guna pembahasan masalah yang terfokus dan penelitian yang
terarah pada pokok permasalahannya. Pada penelitian ini menggunakan
metode pendekatan non-doktrinal
yang
bersifat kualitatif. Hal ini disebabkan dalam penelitian ini hukum
tidak hanya dikonsepsikan sebagai keseluruhan asas dan kaidah yang
mengatur kehidupan dalam masyarakat, tetapi termasuk juga lembaga-
lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya asas dan kaidah
tersebut dalam masyarakat, sebagai manifestasi makna simbolik pelaku
sosial, sebagaimana teraplikasikan dan tersimak dari interaksi antar
pelaku sosial dalam masyarakat. Selain itu pada penelitian ini akan
mencoba melihat keterkaitan antara faktor ekstra legal yang terkait
dengan objek penelitian.
Agar
penelitian skripsi ini dapat dilakukan secara sederhana dan terarah
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka metode
penulisan yang dilakukand alam penulisan skripsi ini antara lain :
- Jenis Penelitian
1. Penelitian
hukum yuridis normatif
- Penelitian yuridis empiris
Jenis
penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan-permasalahan
dalam pembahasan skripsi ini adalah menggunakan penelitian
yuridis-empiris dan yuridis-normatif. Penelitian yuridis-empiris
merupakan penelitian yang dilakukan dan/ atau mengumpulkan data-data
yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Sedangkan
penelitian yuridis-normatif adalah penelitian yang ditujukan dan
dilakukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan tertulis
lainnya yang merupakan data-data sekunder yang berkaitan dengan
permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini.
Sedangkan
dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis,
yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan
(menggambarkan) tentang fakta dan kondisi yang menjadi objek
penelitian, yaitu dalam konteks peran dan pelaksanaan Undang-undang
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Setelah itu
diadakan suatu telaah secar akritis, dalam arti memberi
penjelasan-penjelasan atas fakta atau kondisi tersebut, baik dalam
kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan pada aspek
yuridis.
- Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian
yang dimaksud dalam penelitian adalah tempat peneliti menangkap
keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti.
Lokasi
yang dipilih penulis dalam melakukan penelitian ini adalah Kabanjahe.
Penelitian ini dilakukan di Polres Satlantas Kabupaten Karo dan Dinas
Perhubungan Kabupaten Karo. Alasan pemilihan Kabanjahe menjadi lokasi
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kabanjahe
merupakan ibukota Kabupaten Karo dan pada wilayah tersebut volume
kendaraan/pengangkutan paling banyak dan setiap tahunnya mengalami
peningkatan.
- Masih minimnya kesadaran dalam ketertiban lalu lintasnya dan pengetahuan tentang UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan sehingga di Kabanjahe masih banyak pengemudi angkutan kota yang tidak disiplin atau tertib lalu lintas yang mengakibatkan seringnya terjadi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas
- Kabanjahe merupakan daerah dimana peneliti bertempat tinggal sehingga mempermudah pencarian dan pengumpulan data, selain itu dapat menghemat waktu dan biaya penelitian.
C.
Jenis
Data
Jenis
data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi data
sekunder dan data primer.
- Data Primer
Data
Primer yaitu data yang di peroleh langsung dari sumber pertama31.
Data primer merupakan data yang berupa keterangan dari pihak yang
terkait dengan obyek penelitian yang bertujuan untuk memahami maksud
dan arti pihak yang terkait dengan obyek penelitian yang bertujuan
untuk memahami maksud dan arti dari data sekunder yang ada. Data ini
diperoleh dari informan yaitu seorang yang dianggap mengetahui
permasalahan yang sedang dikaji dalam penelitian dan bersedia
memberikan informasi yang berupa kata-kata dan data yang perlukan
oleh peneliti.
- Data Sekunder
Data
sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen- dokumen resmi,
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan
sebagainya32.
Data-data sekunder terdiri dari :
- Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengikat.
- Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil-hasil penelitian, dan pendapat para ahli hukum.
- Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia.
- Pengumpulan Data
Untuk
memperoleh data dalam penelitian ini, adapun tehnik yang digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara
adalah percakapan / tanya jawab dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Wawancara
dilakukan
kepada narasumber yang dianggap representatif terhadap permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini. Wawancara tersebut akan dilakukan
dengan kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Karo dan/atau
pejabat yang mewakili dan Polres Satlantas Kabupaten Karo dan/atau
pejabat yang mewakili.
- Studi Pustaka
Studi
dokumen
bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier.33
Penelitian
ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berasal dari hasil
inventarisasi survey lapangan dari instansi yang berhubungan dengan
topik penelitian yang sedang dilakukan.
- Analisis Data
Analisis
data adalah mekanisme mengorganisasikan data dan mengurutkan data ke
dalam pola, katagori, dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan hipotesis kerja yang diterangkan oleh data.34
Analisis
data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam
rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum
dilakukan analisis lebih lanjut dalam penelitian ini, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk
mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan
terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan
laporan penelitian.
Selanjutnya
dilakukan penulisan hasil penelitian dengan metode deskriptif
analitis dimana seluruh fakta dan permasalahan yang berhubungan
dengan objek penelitian akan disajikan secara utuh, setelah
dianalisis berdasarkan norma-norma hukum yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan.35
Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan metode interactive.
Metode analisis data interactive meliputi pengumpulan data,
pengolahan / reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi data sebagai suatu jalinan yang saling terkait dan
membentuk hipotesis sesuai data yang telah diorganisir. Analisis data
interaktif tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Pengumpulan
data
Sajian
Data
Reduksi
data
Penarikan
Kesimpulan
(Verifikasi)
Gambar 2 : Skema
Model Analisis Interaktif Sumber : H.B Sutopo (2002 :96)
Analisis
data yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari peristiwa atau
masalah yang didukung oleh teori-teori yang berkaitan dengan objek
permasalahan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber baik data primer (hasil
wawancara, pengamatan, dokumen), maupun data sekunder (Library,
Literature,
Undang-Undang dan Arsip) sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Data
yang terkumpul akan dianalisis melalui tiga tahap yaitu mereduksi
data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
- Reduksi data
Reduksi
data adalah proses pemilihan, perumusan dan penyederhanaan,
pengabstrakan,
dan transformasi bahasan yang muncul dari catatan dalam melakukan
penelitian.
- Penyajian data
Penyajian
data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan,
setelah data terasa terpenuhi maka akan dijadikan dalam bentuk uraian
yang sistematis.
- Menarik kesimpulan
Menarik
kesimpulan adalah sebagian dari kegiatan konfigurasi utuh. Kesimpulan
juga diversivikasi selama penelitian berlangsung untuk mempermudah
pemahaman tentang metode analisis data.
- Keaslian Penulisan
Dalam hal penulisan skripsi ini,
penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta-fakta yang akurat dan
sumber yang terpercaya sehingga skripsi ini tidak jauh dari
kebenarannya. Dalam menyusun skripsi ini pada prinsipnya penulis
membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik melalui
literature yang penulis peroleh dari perpustakaan dan dari media
massa baik cetak maupun elektronik yang akhirnya penulis tuangkan
dalam skripsi ini serta ditambah lagi dengan riset yang dilakukan
penulis langsung ke lapangan dan wawancara penulis dengan pihak yang
berkompeten.
Adapun Judul tulisan ini adalah
Suatu tinjauan Hukum Atas Peran dan Pelaksanaan Undang-undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi
yang ada di Fakultas Hukum Universitas Quality,
judul skripsi ini belum
pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di
Perpustakaan Universitas Quality Kabanjahe, sehingga tulisan ini asli
dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian keaslian skripsi
ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3
Soerjono Soekanto, Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut
Sosiologi Hukum), Mandar Maju,
Bandung, 1990,
5
Soerjono Soekanto dan Sri
Mamuji, 2004, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta,
Raja
Grafindo
Persada, hal. 14.
Lintas Dan Angkutan Jalan Raya.
Pengacara Publik dan Staf Penelitian Pengembangan pada
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. 2010.
7
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
8
http://bantuanhukum.or.id/implementasi-undang-undang-nomor-22-tahun-
2009-tentang-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan-raya/
11
Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at. Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum. Sekjen dan Kepaniteraan MK
RI. Jakarta. 2006,hlm. 13
12
Chainur Anasjid. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika.
Jakarta. 2000, hlm. 40.
13
Ibid.
14
Ibid, hlm.42.
15
Ibid, hlm.47.
16
Soedikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar).
Liberty. Yogyakarta. 1991,hlm .9.
17
Sution
Usman
Adji,
Djoko
Prakoso,
dkk,
Hukum
Pengangkutan
di
Indonesia,
Rineka
Cipta,
Jakarta,
1990,
hlm.5.
18
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
19
Sinta
Uli,Pengangkutan
Suatu
Tinjauan
Hukum
Multimoda
Transport
Angkutan
Laut,
Angkutan
Darat
dan
Angkutan
Udara,
USU
Press,
Medan,
2006, hlm.
20.
20
Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
21
Ibid
23
Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
24
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
25
Op.cit.
26
Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
27
Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
28
Ibid
29
Op.cit.
30
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, 2003,
hlm. 30
31
Ibid., hlm. 30
32
Ibid., hlm.30
33
Ibid, hal 39
34
Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian
Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, hal 103
Remaja Rosdakarya, hal 103
35
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI
Press, 1986), Hlm. 10.